Tampilkan postingan dengan label artikel liturgi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel liturgi. Tampilkan semua postingan

25 Maret 2011

TIPS LITURGI: Menyanyikan Aransemen Puji Syukur


Semua lagu yang ada di Puji Syukur, kecuali nyanyian resitatif, memliki aransemen untuk dua, tiga, atau empat suara. Malah ada lagu-lagu tertentu yang menyediakan lebih dari satu alternatif aransemen.

Perancang Puji Syukur sebenarnya memberikan tawaran tentang cara-cara menyanyikan aransemen tersebut agar lebih anggun dan menarik, namun tawaran ini seringkali diabaikan oleh praktisi paduan suara paroki. Pengabaian ini biasanya terjadi karena mereka memang jarang atau tidak pernah membuka buku koor Puji Syukur di bagian-bagian awal. Bahkan banyak anggota koor yang terbiasa menyanyikan teks hasil fotocopy sehingga tidak tahu tawaran apa yang tersedia.

Sayang sekali. Padahal bagian pengantar buku koor Puji Syukur memuat informasi sangat berharga tentang tawaran menyanyikan lagu-lagu di dalamnya. Apalagi bila ditambah pengantar buku iringan Puji Syukur, niscaya pengetahuan musik liturgi anda akan ter-upgrade dengan sendirinya.

Jika di dekat anda ada buku koor Puji Syukur, sebaiknya anda buka bagian-bagian awal, disana ada informasi yang lengkap. Kalau demikian, anda sudah tidak perlu membaca lanjutan artikel ini (karena jujur saja, artikel ini pastinya diselipi pendapat pribadi sengaja atau tidak). Tapi jika tidak ada, atau malah tidak punya, anda bisa lanjut membaca artikel ini. Apa yang saya sampaikan di artikel ini tidak ada yang baru, bukan gagasan baru. Saya hanya berusaha menuliskan apa yang saya ketahui dan manfaatkan dari buku koor Puji Syukur.


Mitos unisono tidak lebih bagus dari banyak suara

Seorang praktisi koor pernah tertawa ketika saya mengungkapkan mitos ini, karena menurutnya saya mengada-ada. Tapi mitos ini nyata, tidak mengada-ada, dan sudah merasuk sedemikian dalam ke dalam pola pikir banyak dirigen/pelatih koor lingkungan.

Persoalan ini di paroki-paroki tertentu menjadi serius karena lingkungan dengan sedikit anggota koor tidak berani membentuk koor sendiri karena “kekurangan orang”. Kekurangan yang dimaksud adalah tidak ada alto, tidak ada tenor, atau malah karena anggotanya kebanyakan suara bas. Saya pernah ditertawakan rekan satu paroki ketika ia beralasan demikian, dan saya menyarankan padanya “Nyanyi satu suara saja”.

Kalau anda buka dokumen-dokumen liturgi tentang paduan suara, misalnya Musicam Sacram, tidak akan anda temukan sebuah anjuran untuk bernyanyi dalam empat suara. Bahkan nyanyian gregorian, yang diutamakan dalam liturgi, justru dinyanyikan dengan satu suara. Cobalah sesekali misa di Katedral Jakarta, coba ikuti misa yang diiringi koor seperti St. Caecilia atau Exsultate, anda akan temukan koor yang bisa bernyanyi unisono dengan sangat bagus, menggetarkan, dan berdayaguna.

Salah satu tujuan utama koor dalam perayaan Ekaristi adalah melibatkan umat untuk ikut bernyanyi, supaya mereka dapat turut serta memuji Tuhan dengan suaranya. Kalau tujuan ini tidak dapat dicapai, walau selalu bernyanyi dengan delapan suara harmonis sekalipun, koor seperti itu sudah melenceng dari tujuan liturginya.

Bagaimana aransemen Puji Syukur dapat menyemarakkan perayaan?

Kebanyakan lagu Puji Syukur (kecuali kyriale*) adalah nyanyian berbait (Misalnya PS 320 Awalilah Kurbanmu). Selain itu juga banyak tipe nyanyian ulangan-ayat (misalnya PS 322 Saudara Mari Semua) atau ayat-ulangan (misalnya PS 443 O Datanglah Imanuel). Yang lebih sedikit adalah nyanyian utuh tanpa ulangan (misalnya PS 319 Wahai Saudara).

Pertama-tama perlu diketahui bahwa aransemen Puji Syukur dapat dinyanyikan tanpa iringan. Komposisi-komposisinya memang dibuat untuk dinyanyikan tanpa iringan. Hal ini diperlukan mengingat situasi di macam-macam tempat yang berbeda, misalnya tidak ada organ atau listrik, atau paling sialnya sedang misa lalu mati lampu. Pada kondisi ini bila dinyanyikan dengan tepat komposisi Puji Syukur tetap terdengar indah.

Berbagai variasi yang dimungkinkan untuk nyanyian berbait atau ayat supaya lebih semarak:

  1. Bergantian antara laki-laki dan perempuan
  2. Bergantian antara koor dan organ
  3. Bergantian antara unisono dan 2 atau 4 suara
  4. Kombinasi semuanya
  5. Bila punya organis yang cukup baik, bisa modulasi nada dasar

Pada praktiknya, variasi seperti ini paling tidak punya beberapa efek positif, misalnya: bernyanyi menjadi tidak melelahkan karena bergantian, umat menjadi lebih tertarik untuk ikut bernyanyi, lagu biasa menjadi serasa luar biasa, dan bahkan setiap kelompok suara menjadi punya tanggungjawab lebih.


Contoh 1 PS 320 Awalilah Kurbanmu:

Bait 1 satu suara perempuan,

bait 2 satu suara laki-laki,

bait 3 empat suara SATB.

atau;

Bait 1 satu suara perempuan dan laki-laki dengan iringan,

bait 2 SATB tanpa iringan,

bait 3 SATB dengan iringan.


Contoh 2 PS 322 Saudara Mari Semua:

Ulangan satu suara perempuan dan laki-laki,

bait 1 satu suara perempuan,

ulangan SATB,

bait 2 satu suara laki-laki,

ulangan SATB,

bait 3 SATB tanpa iringan,

ulangan SATB dengan iringan.


Contoh 3 PS 443 O Datanglah Imanuel:

Bait 1 satu suara perempuan, ulangan satu suara perempuan dan laki-laki

Bait 2 satu suara laki-laki, ulangan satu suara perempuan dan laki-laki

Bait 3 dan ulangan satu suara perempuan dan laki-laki

Bait 4 dan ulangan empat suara SATB tanpa iringan

Bait 5 dan ulangan empat suara SATB dengan iringan


Selain itu juga ada nyanyian gregorian yang bisa dinyanyikan dengan cara serupa, misalnya PS 565 Datanglah Ya Roh Pencipta:

Bait 1,3,5 suara perempuan,

Bait 2,4,6 suara laki-laki

Bait 7 suara perempuan dan laki-laki

Bisa juga antara bait ke-4 dan ke-5 diselingi organ instrumental satu nyanyian utuh.


Jika ada waktu lebih, bisa saja sebelum misa diumumkan ke umat misalnya lagu pembuka bait 1 dinyanyikan perempuan, bait 2 dinyanyikan laki-laki, dan bait 3 dinyanyikan bersama-sama. Tentu sebaiknya perlu koordinasi dengan imam yang memimpin perayaan, karena pastinya perarakan pembuka menjadi sedikit lebih lama. Menyanyi bergantian seperti ini cocok untuk misa dengan umat yang lebih sedikit, misalnya misa lingkungan, misa kelompok kategorial, atau misa sekolah.

Tips ini rasanya akan bermanfaat lebih lagi, khususnya untuk mengiringi misa yang perlu banyak lagu, misalnya misa penerimaan Sakramen Krisma atau Rabu Abu. Daripada setiap bait menyanyikan empat suara, yang terkadang malah menjadi monoton dan melelahkan, lebih baik selang-seling agar stamina terjaga dan nyanyian lebih variatif dan menarik.

Semua variasi dan kemungkinan yang saya sebutkan ini bertujuan untuk memeriahkan perayaan, agar umat bisa lebih tertarik lagi untuk bernyanyi bersama koor. Sekali lagi, ini adalah tawaran seperti halnya penyusun buku koor Puji Syukur juga memberikan tawaran. Silahkan memutuskan dan mencoba.

*) Kyriale adalah paket Kyrie, Gloria, Sanctus, & Agnus Dei. Istilah ini rasanya lebih tepat daripada ordinarium yang punya arti lebih luas.


16 Desember 2010

Nyanyian untuk Katekese Ekaristi

Sekitar sebulan lalu saya mengikuti Rapat Kerja Komisi Liturgi Keuskupan Regio Jawa & Tanjung Karang di Wisma Samadi, Klender, Jakarta Timur yang mengambil tema "Pengalaman akan Misteri Ekaristi". Salah satu rekomendasi yang dihasilkan raker tersebut adalah menggiatkan katekese tentang Ekaristi, yang dirasa selama ini masih kurang. Diharapkan dengan pemahaman yang memadai akan kehadiran nyata Kristus dalam rupa roti, kualitas perayaan Ekaristi dapat semakin ditingkatkan dan dengan demikian umat dapat merasakan pengalaman akan Misteri Ekaristi.

Ketika membicarakan katekese, berarti erat hubungannya dengan pengajaran. Maka katekese Ekaristi berarti pengajaran tentang Ekaristi. Bagaimana cara mengajarnya? Tentu banyak cara yang bisa ditempuh. Di paroki tahun depan akan ada beberapa kegiatan yang berhubungan langsung dengan katekese Ekaristi ini. Namun saya mencoba melakukan sesuatu yang lain tapi lazim, yakni menuangkan pengajaran ini pada bentuk lagu. Saya memang bukan seorang katekis, tapi paling tidak sejak persiapan mengikuti raker, pelaksanaan dan sesudahnya saya berhasil memiliki pengalaman akan misteri Ekaristi yang sedikit banyak mengubah hidup dan cara pandang saya terhadap liturgi.

Dari pengalaman tersebut saya buatkan sebuah lagu yang (mudah-mudahan) cukup sederhana sehingga bisa dinyanyikan semua kalangan, bisa download di sini. Lagu ini (mudah-mudahan lagi) cukup easy listening, sehingag juga bisa dinyanyikan dengan format band, gitaran, atau piano. Tidak seperti biasanya, saya tambahkan chord pada teks ini untuk memudahkan. Namun demikian teks ini tetap saya buat dalam format paduan suara.

Syair dari lagu ini adalah perpaduan dari ajaran resmi Gereja tentang Ekaristi dan teks Kitab Suci khususnya dari Yohanes bab 6. Berikut ini syairnya:

EKARISTI

Ekaristi: ucapan syukur kepada Allah
atas karya penebusan-Nya sejak awal dunia.
Ekaristi: kenangan kurban wafat Kristus
yang t'lah bangkit dan naik ke surga dan akan kembali.

Reff:
Inilah roti hidup dari surga yang sungguh nyata tubuh Tuhan kita
yang diberikan kepada dunia s'bagai penebus dosa manusia.
Barangsiapa makan roti ini mendapat hidup dan tak akan mati
seperti janji Yesus pada kita:
yang makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya akan hidup selamanya

Ekaristi: makanan surgawi untuk manusia
tiada tara kemuliaan-Nya: Sakramen Mahakudus
Ekaristi: sumber kehidupan bagi Gereja
yang dipuji dan patut disembah, sekarang, selamanya

Ekaristi menyatukan kita dalam himpunan
Satu iman, satu harapan di dalam Kristus, Tuhan
Ekaristi menjadikan kita makin sempurna
dalam Tuhan kita akan hidup dan tak akan mati

Demikian.... semoga bermanfaat...

21 Oktober 2010

PARTISIPASI AKTIF UMAT BERIMAN DALAM PERAYAAN EKARISTI

Banyak umat katolik gamang menterjemahkan kata-kata "partisipasi aktif umat beriman" atau "keikutsertaan aktif umat beriman" dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Kegamangan ini kerap kali berujung pada salah kaprah dalam memahami perayaan Ekaristi, dimana partisipasi aktif umat beriman yang dikehendaki Konsili Vatikan II diartikan sebagai pengurangan peran imam dan penambahan peran umat, baik dalam tata gerak maupun doa.

Masih segar di ingatan ketika umat katolik Indonesia ikut mengucapkan Doa Syukur Agung dan doa damai seturut TPE 1979. Sisa-sisa TPE 1979 (walau sudah digantikan TPE 2005) masih terjadi di banyak paroki dimana umat seringkali ikut mengucapkan doa damai. Masih pula sering terjadi imam mengajak umat untuk ikut mengucapkan doa-doa presidensial (Doa Pembuka, doa persiapan persembahan, dan doa sesudah komuni).

Terkadang atas nama "partisipasi aktif" umat sendiri ikut menambahkan acara sendiri dalam perayaan Ekaristi, seperti tepuk tangan yang berlebihan, dramatisasi bacaan dan homili, atau memberikan salam damai sampai jauh dari tempat duduk.

Pedoman Umum Misale Romawi Artikel 91 mengatakan:

Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus dan Gereja sebagai "sakramen kesatuan," yakni umat kudus yang berhimpun dan diatur di bawah para uskup. Oleh karena itu, perayaan Ekaristi berkaitan dengan seluruh Tubuh Gereja, mengungkapkan dan mempengaruhinya. Setiap orang yang turut merayakan Ekaristi mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi secara aktif, masing-masing menurut cara yang sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dengan cara ini, umat kristen,"bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat milik Allah sendiri", mengungkapkan keterpaduan dan tatanan hirarkisnya. Jadi semua orang entah pelayan tertahbis, entah umat beriman lainnya, hendaknya melakukan tugas yang menjadi bagiannya, tidak lebih dan tidak kurang.

Artikel di atas menjelaskan beberapa hal penting terkait partisipasi aktif, yaitu bahwa setiap orang beriman memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi secara aktif menurut cara yang sesuai dengan kedudukan dan tugasnya, tidak lebih dan tidak kurang. Bisa diartikan pula bahwa seorang imam tidak boleh mengambil jatah umat, dan umat tidak boleh mengambil jatah imam.

Lewat artikel ini saya mencoba untuk menguraikan bagaimana umat dapat berpartisipasi secara aktif pada setiap bagian perayaan Ekaristi sesuai tugas dan kedudukannya, tidak lebih dan tidak kurang. Umat berpartisipasi aktif dalam perayaan Ekaristi khususnya pada saat menyanyi, menjawab aklamasi dan jawaban umat atas salam dan doa imam, mendengarkan bacaan, hening, dan melakukan tata gerak tertentu.

RITUS PEMBUKA

-Nyanyian Pembukaan: Berdiri. Umat ikut menyanyikan lagu pembukaan. Nyanyian Pembukaan dimaksudkan untuk membantu menyiapkan hati dan pikiran supaya dapat mendengarkan Sabda Allah dan menyambut Ekaristi dengan layak.

-Tanda Salib dan Salam: Berdiri. Imam mengucapkan "Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus" sementara umat ikut membuat gerakan tanda salib, dan setelahnya bersama-sama mengucapkan/menyanyikan "Amin". Kemudian Imam mengucapkan salam "Tuhan sertamu/Tuhan bersamamu" dan umat menjawab "Dan sertamu juga/dan bersama rohmu". Seringkali Imam ikut menjawab sendiri "dan sertamu juga" oleh karena umat yang tidak dengan mantap menjawab seperti itu. Yang seperti itu kurang tepat, karena imam menggeser hak umat untuk menjawab.

-Pengantar dari Imam: Imam dapat memberikan pengantar singkat tentang tema perayaan hari itu, dengan mendengarkan, umat dapat lebih terbantu menyiapkan diri.

-Pernyataan Tobat: Berlutut, jika tidak ada tempat berlutut: berdiri. Ada berbagai rumus tobat yang bisa didoakan atau dinyanyikan. Umat haruslah menjawab bagian yang diperuntukkan padanya. Bila menggunakan rumusan "Saya Mengaku", pada bagian "saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa" imam dan seluruh umat menepuk dada.

-Madah Kemuliaan: Berdiri. Bersama imam dan kelompok kor menyanyikan Kemuliaan.

-Doa Pembuka: Berdiri. Doa Pembuka adalah salah satu Doa Presidensial yang hanya diucapkan oleh pemimpin perayaan atas nama seluruh umat. Setelah imam mengucapkan "Marilah berdoa" seharusnya ada saat hening sejenak untuk umat menyampaikan doa pribadi. Isi doa pembuka sendiri adalah doa seluruh umat, sehingga umat harus ikut aktif dengan cara mendengarkan dan menghayati isi doa tersebut. Setelah imam menyampaikan isi doa, umat menyetujuinya dengan mengucapkan "Amin".


LITURGI SABDA

Bacaan Pertama: Duduk. Gereja percaya, ketika kitab suci dibacakan dalam Liturgi Sabda, Allah sendiri bersabda kepada umatNya. Seperti layaknya seorang hamba dengan patuh mendengarkan tuannya berbicara, begitu pula kita dengan sikap hormat mendengarkan Allah yang berbicara melalui mulut para lektor. Pada saat ini harus dibiasakan sikap mendengarkan dan bukan membaca teks misa. Teks misa adalah sarana bantu untuk kita memahami bacaan ketika homili atau sebelum misa. Inti dari Liturgi Sabda adalah Allah yang bersabda kepada umat-Nya. Setelah bacaan, para petugas liturgi harus menyediakan saat hening sejenak yang cukup agar umat dapat meresapi bacaan yang baru saja dibacakan.

-Mazmur Tanggapan: Duduk. Umat hendaknya ikut mendaraskan/menyanyikan bagian ulangan yang merupakan jatahnya, sementara pemazmur mendaraskan/menyanyikan bagian ayat.

-Bacaan Kedua: Duduk. Sama seperti bacaan pertama, umat harus mendengarkan dengan sikap hormat dan tidak membaca dari teks misa. Sesudah bacaan juga harus ada saat hening sejenak.

-Bait Pengantar Injil: Berdiri. Sesuai namanya, bagian ini adalah pengantar kepada puncak Liturgi Sabda, yakni Bacaan Injil. Bait Pengantar Injil harus dinyanyikan mengingat hakekat kemeriahannya. Menyanyikan Bait Pengantar Injil dengan gegap gempita menunjukkan tanggapan kita akan Injil yang akan dibacakan.

-Bacaan Injil: Berdiri. Inilah puncak Liturgi Sabda. Pada bagian ini umat tidak hanya berdiri, melainkan berdiri sambil menghadap imam atau diakon yang membacakan bacaan Injil. Sama seperti bacaan sebelumnya, umat juga harus mendengarkan dengan sikap hormat Allah yang bersabda kepada umat-Nya.

-Homili: Duduk. Homili berfungsi untuk menjelaskan isi bacaan pada hari itu. Jika disediakan teks misa, dapat membantu umat untuk mengerti uraian yang disampaikan oleh imam.

-Syahadat: Berdiri. Pada bagian "yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria", imam dan seluruh umat membungkuk khidmat. Membungkuk ini untuk menghormati peristiwa inkarnasi, Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Pada Hari Raya Natal dan Kabar Sukacita, bahkan berlutut.

-Doa Umat: Berdiri. Sesuai namanya, doa umat adalah doa seluruh umat. Sebagai bagian dari umat, kita menjadikan doa umat ini sebagai doa kita sendiri.

LITURGI EKARISTI

-Kolekte: Duduk. Kerapkali kolekte tidak lancar karena ada umat yang masih mencari-cari uang. Sebaiknya uang kolekte sudah disiapkan dari rumah dan ditaruh di kantong yang mudah dijangkau. Ini penting supaya tidak mengganggu ketika menyanyikan nyanyian persembahan.

-Nyanyian Persembahan: Duduk. Nyanyian persembahan berfungsi untuk mengiringi perarakan persembahan. Jika tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian persembahan.

-Ajakan imam untuk berdoa: Berdiri. Salah satu bagain paling "kacau" saat misa adalah bagian dimana umat menjawab "Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita dst." Bagian ini seringkali diucapkan dengan terburu-buru dan tidak kompak, sehingga terkesan tidak teratur. Maka penting untuk mengucapkan bagian ini dengan kecepatan yang sama seperti jawaban lain.

-Doa Persiapan Persembahan: Berdiri. Sama seperti Doa Pembuka, bagian ini adalah Doa Presidensial dimana pemimpin sendiri yang mengucapkan doa sementara umat mendengarkan dan menjadikan doa itu doanya sendiri, dan kemudian menjawab "Amin".

-Prefasi: Berdiri. Prefasi hakekatnya menunjukkan kemeriahan menjelang Doa Syukur Agung. Pada saat inilah imam menyanyikan alasan untuk beryukur yang diuraikan dalam prefasi.

-Kudus: Berdiri. Kudus adalah nyanyian para malaikat. Dengan ikut menyanyikan Kudus, umat yang berkumpul menggabungkan diri dengan himpunan malaikat dan orang kudus di surga memuji dan memuliakan Allah.

-Doa Syukur Agung: Berlutut. Jika tidak ada tempat berlutut: berdiri (bukan duduk). Inilah puncak perayaan Ekaristi, dimana roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Ketika imam selebran mengangkat Hosti/Piala, yang harus dilakukan umat adalah memandangnya, dan bukan malah menundukkan kepala. Kebiasaan umat mengatupkan tangan di depan dahi tidak boleh menghalangi untuk memandang Tubuh dan Darah Kristus. Setelah imam meletakkan Hosti/Piala, ia akan berlutut sebagai tanda penghormatan. Pada saat imam berlutut inilah seluruh umat juga memberikan penghormatan dengan membungkuk khidmat.

-Bapa Kami: Berdiri. Banyak umat yang menambahkan sendiri tata gerak menengadahkan tangan saat Bapa Kami, dan kemudian mengajarkannya kepada orang lain seakan-akan memang perlu dan wajib. Ada pula yang bergandengan tangan, dan mengajarkannya pula kepada orang lain. Gereja sendiri tidak pernah mengajarkan umat harus demikian. Gereja menghendaki imam (bukan umat) untuk merentangkan tangan. Marilah kita mengingat lagi PUMR 91 untuk berpartisipasi aktif seturut kedudukan dan tugas masing-masing.

-Doa Damai: Berdiri. Umat masih sering kali terbawa kebiasaan lama untuk ikut mengucapakan doa damai pada bagian "Tuhan Yesus Kristus janganlah memperhitungkan dosa kami dst." yang seharusnya hanya diucapkan oleh imam selebran. Umat hanya menjawab "Amin".

-Salam Damai: Berdiri. KWI lewat TPE 2005 menuliskan cara untuk menyampaikan salam damai adalah dengan saling berjabat tangan dan mengatakan "Damai Kristus". Kegiatan saling memberikan salam damai ini seringkali menjadi kegaduhan karena ada umat yang saking bersemangatnya sehingga meninggalkan tempat duduknya untuk menyalami sebanyak mungkin orang. Gereja menghendaki supaya salam damai hanya diberikan kepada orang-orang terdekat duduknya (PUMR 82).

-Anakdomba Allah: Berlutut. Kalau tidak ada tempat berlutut: Berdiri.

-Menerima Komuni: Duduk. Pada saat ini, seluruh umat perlu untuk menjaga keheningan. Nyanyian komuni dapat dimulai ketika imam menyambut komuni. Lagu yang dinyanyikan hendaknya dapat mendukung suasana hening, dengan demikian, suasana hati umat dalam menyambut komuni dapat terjaga. Pada saat imam atau prodiakon menunjukkan Hosti dan mengatakan "Tubuh Kristus", berilah penghormatan sejenak dengan menundukkan kepala, kemudian menjawab "Amin". Setelah menyambut komuni tetap menjaga keheningan, dapat pula berdoa pribadi atau bersama kor ikut menyanyikan lagu komuni.

-Doa Sesudah Komuni: Berdiri. Sama seperti doa pembuka dan persembahan, doa ini diucapkan oleh pemimpin atas nama seluruh umat. Umat menyetujuinya dengan menjawab "Amin."

RITUS PENUTUP

-Pengumuman: Duduk. Mendengarkan pengumuman menyangkut kegiatan dan kepentingan umat.

-Berkat dan Pengutusan: Berlutut/Berdiri. Umat ikut menjawab salam, dan membuat tanda salib, serta menjawab "Amin." Setelah berkat, seluruh umat diutus untuk mewartakan kabar baik.

-Lagu penutup Berdiri.

Semoga membantu....

Pengikut