25 Maret 2011

TIPS LITURGI: Menyanyikan Aransemen Puji Syukur


Semua lagu yang ada di Puji Syukur, kecuali nyanyian resitatif, memliki aransemen untuk dua, tiga, atau empat suara. Malah ada lagu-lagu tertentu yang menyediakan lebih dari satu alternatif aransemen.

Perancang Puji Syukur sebenarnya memberikan tawaran tentang cara-cara menyanyikan aransemen tersebut agar lebih anggun dan menarik, namun tawaran ini seringkali diabaikan oleh praktisi paduan suara paroki. Pengabaian ini biasanya terjadi karena mereka memang jarang atau tidak pernah membuka buku koor Puji Syukur di bagian-bagian awal. Bahkan banyak anggota koor yang terbiasa menyanyikan teks hasil fotocopy sehingga tidak tahu tawaran apa yang tersedia.

Sayang sekali. Padahal bagian pengantar buku koor Puji Syukur memuat informasi sangat berharga tentang tawaran menyanyikan lagu-lagu di dalamnya. Apalagi bila ditambah pengantar buku iringan Puji Syukur, niscaya pengetahuan musik liturgi anda akan ter-upgrade dengan sendirinya.

Jika di dekat anda ada buku koor Puji Syukur, sebaiknya anda buka bagian-bagian awal, disana ada informasi yang lengkap. Kalau demikian, anda sudah tidak perlu membaca lanjutan artikel ini (karena jujur saja, artikel ini pastinya diselipi pendapat pribadi sengaja atau tidak). Tapi jika tidak ada, atau malah tidak punya, anda bisa lanjut membaca artikel ini. Apa yang saya sampaikan di artikel ini tidak ada yang baru, bukan gagasan baru. Saya hanya berusaha menuliskan apa yang saya ketahui dan manfaatkan dari buku koor Puji Syukur.


Mitos unisono tidak lebih bagus dari banyak suara

Seorang praktisi koor pernah tertawa ketika saya mengungkapkan mitos ini, karena menurutnya saya mengada-ada. Tapi mitos ini nyata, tidak mengada-ada, dan sudah merasuk sedemikian dalam ke dalam pola pikir banyak dirigen/pelatih koor lingkungan.

Persoalan ini di paroki-paroki tertentu menjadi serius karena lingkungan dengan sedikit anggota koor tidak berani membentuk koor sendiri karena “kekurangan orang”. Kekurangan yang dimaksud adalah tidak ada alto, tidak ada tenor, atau malah karena anggotanya kebanyakan suara bas. Saya pernah ditertawakan rekan satu paroki ketika ia beralasan demikian, dan saya menyarankan padanya “Nyanyi satu suara saja”.

Kalau anda buka dokumen-dokumen liturgi tentang paduan suara, misalnya Musicam Sacram, tidak akan anda temukan sebuah anjuran untuk bernyanyi dalam empat suara. Bahkan nyanyian gregorian, yang diutamakan dalam liturgi, justru dinyanyikan dengan satu suara. Cobalah sesekali misa di Katedral Jakarta, coba ikuti misa yang diiringi koor seperti St. Caecilia atau Exsultate, anda akan temukan koor yang bisa bernyanyi unisono dengan sangat bagus, menggetarkan, dan berdayaguna.

Salah satu tujuan utama koor dalam perayaan Ekaristi adalah melibatkan umat untuk ikut bernyanyi, supaya mereka dapat turut serta memuji Tuhan dengan suaranya. Kalau tujuan ini tidak dapat dicapai, walau selalu bernyanyi dengan delapan suara harmonis sekalipun, koor seperti itu sudah melenceng dari tujuan liturginya.

Bagaimana aransemen Puji Syukur dapat menyemarakkan perayaan?

Kebanyakan lagu Puji Syukur (kecuali kyriale*) adalah nyanyian berbait (Misalnya PS 320 Awalilah Kurbanmu). Selain itu juga banyak tipe nyanyian ulangan-ayat (misalnya PS 322 Saudara Mari Semua) atau ayat-ulangan (misalnya PS 443 O Datanglah Imanuel). Yang lebih sedikit adalah nyanyian utuh tanpa ulangan (misalnya PS 319 Wahai Saudara).

Pertama-tama perlu diketahui bahwa aransemen Puji Syukur dapat dinyanyikan tanpa iringan. Komposisi-komposisinya memang dibuat untuk dinyanyikan tanpa iringan. Hal ini diperlukan mengingat situasi di macam-macam tempat yang berbeda, misalnya tidak ada organ atau listrik, atau paling sialnya sedang misa lalu mati lampu. Pada kondisi ini bila dinyanyikan dengan tepat komposisi Puji Syukur tetap terdengar indah.

Berbagai variasi yang dimungkinkan untuk nyanyian berbait atau ayat supaya lebih semarak:

  1. Bergantian antara laki-laki dan perempuan
  2. Bergantian antara koor dan organ
  3. Bergantian antara unisono dan 2 atau 4 suara
  4. Kombinasi semuanya
  5. Bila punya organis yang cukup baik, bisa modulasi nada dasar

Pada praktiknya, variasi seperti ini paling tidak punya beberapa efek positif, misalnya: bernyanyi menjadi tidak melelahkan karena bergantian, umat menjadi lebih tertarik untuk ikut bernyanyi, lagu biasa menjadi serasa luar biasa, dan bahkan setiap kelompok suara menjadi punya tanggungjawab lebih.


Contoh 1 PS 320 Awalilah Kurbanmu:

Bait 1 satu suara perempuan,

bait 2 satu suara laki-laki,

bait 3 empat suara SATB.

atau;

Bait 1 satu suara perempuan dan laki-laki dengan iringan,

bait 2 SATB tanpa iringan,

bait 3 SATB dengan iringan.


Contoh 2 PS 322 Saudara Mari Semua:

Ulangan satu suara perempuan dan laki-laki,

bait 1 satu suara perempuan,

ulangan SATB,

bait 2 satu suara laki-laki,

ulangan SATB,

bait 3 SATB tanpa iringan,

ulangan SATB dengan iringan.


Contoh 3 PS 443 O Datanglah Imanuel:

Bait 1 satu suara perempuan, ulangan satu suara perempuan dan laki-laki

Bait 2 satu suara laki-laki, ulangan satu suara perempuan dan laki-laki

Bait 3 dan ulangan satu suara perempuan dan laki-laki

Bait 4 dan ulangan empat suara SATB tanpa iringan

Bait 5 dan ulangan empat suara SATB dengan iringan


Selain itu juga ada nyanyian gregorian yang bisa dinyanyikan dengan cara serupa, misalnya PS 565 Datanglah Ya Roh Pencipta:

Bait 1,3,5 suara perempuan,

Bait 2,4,6 suara laki-laki

Bait 7 suara perempuan dan laki-laki

Bisa juga antara bait ke-4 dan ke-5 diselingi organ instrumental satu nyanyian utuh.


Jika ada waktu lebih, bisa saja sebelum misa diumumkan ke umat misalnya lagu pembuka bait 1 dinyanyikan perempuan, bait 2 dinyanyikan laki-laki, dan bait 3 dinyanyikan bersama-sama. Tentu sebaiknya perlu koordinasi dengan imam yang memimpin perayaan, karena pastinya perarakan pembuka menjadi sedikit lebih lama. Menyanyi bergantian seperti ini cocok untuk misa dengan umat yang lebih sedikit, misalnya misa lingkungan, misa kelompok kategorial, atau misa sekolah.

Tips ini rasanya akan bermanfaat lebih lagi, khususnya untuk mengiringi misa yang perlu banyak lagu, misalnya misa penerimaan Sakramen Krisma atau Rabu Abu. Daripada setiap bait menyanyikan empat suara, yang terkadang malah menjadi monoton dan melelahkan, lebih baik selang-seling agar stamina terjaga dan nyanyian lebih variatif dan menarik.

Semua variasi dan kemungkinan yang saya sebutkan ini bertujuan untuk memeriahkan perayaan, agar umat bisa lebih tertarik lagi untuk bernyanyi bersama koor. Sekali lagi, ini adalah tawaran seperti halnya penyusun buku koor Puji Syukur juga memberikan tawaran. Silahkan memutuskan dan mencoba.

*) Kyriale adalah paket Kyrie, Gloria, Sanctus, & Agnus Dei. Istilah ini rasanya lebih tepat daripada ordinarium yang punya arti lebih luas.


11 Maret 2011

Medley untuk Hari Raya Paskah



Ternyata, punya banyak stok lagu tidak menjamin bebas bingung ketika menyiapkan tugas Malam Paskah. Kebingungan ini disebabkan terlalu banyak pilihan, yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi dan minat anggota koor. Apalagi kalau anggotanya bukan banci tampil yang maunya tampil meriah dan mewah waktu tugas hari besar, namun sebaliknya malah lebih senang gak tugas atau yang bebannya tidak terlalu berat. Namun apa mau dikata, rupanya romo dan umat juga rindu koor yang bisa memeriahkan misa hari besar.

Dari situasi ini muncul ide untuk membuat lagu meriah. Tadinya mau membuat rangkaian medley PS 519, 521, dan 528; yang kalau jadi pasti benar-benar meriah. Tapi persoalannya, saya sebenarnya tidak terlalu suka dengan lagu yang meriah. Saya lebih suka lagu yang solemn (di dokumen liturgi malah diterjemahkan jadi meriah), yang megah, agung, dan tidak mengundang tepuk tangan. Sebaliknya umat dapat merasakan keagungan upacara liturgi dan tidak merasa sedang menonton konser.

Kemarin tidak sengaja saya dengar lagu "All Creation of Our God and King" aransemen John Rutter yang walaupun lagunya sederhana tapi bisa dibuat megah. Dari situ saya terinspirasi memadukan lagu ini yang kebetulan ada padanannya di PS 525, walaupun berbeda sedikit. Kebetulan nyambung dengan lagu favorit saya, Regina Caeli, lagu gregorian pertama yang bisa saya hafal :)). Jujur saja, memang ada sedikit adaptasi di bagian akhir lagu yang berasal dari aransemen John Rutter (ngaku duluan aja sebelum dituduh hahaha)

Kalau anda mendapat tugas Paskah dan masih bingung nyanyi lagu apa, silahkan coba medley PS 624 Regina Caeli dengan PS 525 Mari, Bersukacitalah. Lagu ini saya buat lengkap dengan iringan dengan register pipe organ. Kalau yang sudah terbiasa mengiringi dengan iringan Puji Syukur pasti tidak terlalu bermasalah.

Seperti biasa, walaupun cukup panjang, teks ini tidak dilengkapi tanda dinamika dan tempo (kecuali sedikit di bagian akhir), sehingga memberi peluang bagi para dirigen mengkreasikan lagu ini.

Di teks ini Regina Caeli dinyanyikan dua kali: pertama, dinyanyikan gregorian unison; kedua, diulangi lagi dengan variasi paduan suara homofon. Iringan disediakan untuk mengiringi bagian kedua Regina Caeli, namun sesungguhnya akan lebih baik tanpa iringan. Jadi iringan bersifat opsional saja. Harapan saya, Regina Caeli baik gregorian maupun koornya bisa dinyanyikan dengan megah dan agung. Berhubung saya bukan seorang juru ketik yang rapi :D, jadi teks not angka saya buat tanpa birama. Kalau digunakan garis birama malah jadi kurang rapi.

Lagu kedua Mari Bersukacitalah bisa dinyanyikan dengan lebih ringan tanpa meninggalkan kesan megah dan agung yang sudah dibangun dari lagu sebelumnya. Kalau melihat teks dari Puji Syukur, lagu ini tanpa birama. Saya tambahkan birama walaupun gonta-ganti untuk memudahkan.

Dua lagu free rhythm digabungkan, benar-benar bebas interpretasi, jadi tergantung para dirigen mengkreasikan lagu ini.

Silahkan mencoba, dan selamat mempersiapkan Hari Raya Paskah....

NB: kalau link di atas tidak bisa, coba di-refresh :D

Pengikut